Gagal Ke Bromo, Dieng Pun Jadi

Awalnya saya bersama salah seorang teman, sebut saja Wahyu, sudah punya rencana buat ke Bromo sehabis lebaran. Namun, dikarenakan ada yang nawarin ke Bromo naik Land Rover saat itu juga, masa kita tolak? Daripada nunggu lama sampai lebaran mending sekarang aja.

Sebenernya nggak nawarin secara langsung sih. Soalnya, orang itu posting di grup facebook Backpacker Nusantara. Bagi siapa aja yang mau ke Bromo via jalur darat bisa ikutan atau nebeng dengan ongkos seridhonya. Karena orang itu menyediakan 4 seat, tanpa pikir dua kali, langsung aja saya ambil 3. Kapan lagi bisa naik Land Rover sampai ke Bromo? Kesempatan langka yang nggak bakal datang dua kali, ya kan?



Saya pun langsung menghubungi Wahyu. Nggak nyangka dia langsung setuju aja. Lalu saya pun meminta Wahyu buat ngajakin satu orang lagi. Eh, malah kakak saya mengetahui rencana kami tersebut. Ya sudah, akhirnya kakak saya pun meminta ikut.

Menjelang hari H, kami malah jadi ragu mau berangkat. Padahal saya sendiri sudah persiapan segala sesuatu jauh-jauh hari. Semua gara-gara kakak saya yang nakut-nakutin. Dia bilang kali aja orang yang posting itu mau berbuat jahat. Dari mulai dibegallah, diculiklah. Bikin saya malah jadi bingung. Ya udah, saya pun meminta pendapat Wahyu karena saya sudah terlanjur meminta izin libur kerja selama 3 hari.

Sebenarnya saya bisa saja membatalkan libur kerja saya, namun, saya sudah terlalu jenuh dengan rutinitas di tempat kerja. Daripada tambah stres mending ditinggal piknik.

Mungkin bagi teman-teman saya yang lain, mengobati stres cukup dengan sebotol anggur atau pergi ke tempat karaoke ditemani sama pemandu lagu yang berbodi aduhay dan bersuara merdu macam Duo Serigala atau Nikita Mirzani. Namun bagi saya sendiri "membunuh" stres nggak bisa hanya dengan cara seperti itu. Saya malah bisa tambah stres kalo ikut-ikutan kayak mereka. Mending piknik, backpacking, pergi ke tempat nun jauh. Ke pantai kek atau naik gunung kek. Biarpun pada akhirnya capek dan badan pegel-pegel, tapi bagi saya itu sangat menyenangkan dan berkesan. Sebuah pengalaman yang takkan pernah terlupakan.

Hari H keberangkatan pun tiba. Kami bertiga akhirnya tetap libur kerja, meski kami nggak tahu akan jadi berangkat apa enggak. Pagi itu saya benar-benar sangat bersemangat sekali. Saya bangun pagi-pagi dan mempersiapkan segala sesuatunya. Sementara Wahyu sama Kakak saya malah masih sibuk bercumbu dengan kasur. Giliran sudah bangun, mereka berdua nggak langsung siap-siap. Malahan mereka berdua kelihatan malas dan nggak bersemangat. Ayolah anak muda!

Menjelang siang kami masih saja duduk-duduk di rumah, mengobrol membahas tentang keberangkatan kami ke Bromo. Mungkin karena ketakutan mereka, seperti yang sudah saya sebutkan tadi, mereka jadi terlihat kebingungan. Wahyu malah ngasih saran supaya bilang ke pemilik Land Rover itu untuk membatalkannya, dan berangkat naik bis atau kereta saja. Saya pun cuma bisa diam saja, gimana urusannya kalau sudah kayak gini? Meskipun saya belum kenal dan belum pernah ketemu sekalipun dengan orang yang mengajak kami itu, saya juga nggak enak kalau harus membatalkan begitu saja, harusnya dari kemarin-kemarin biar ada yang menggantikan.

Sekitar pukul 10.00, orang yang mengajak kami mengirimi saya pesan di BBM. Dia meminta maaf, karena ada sedikit halangan keberangkatan ke Bromo terpaksa ditunda. Saya pun langsung memberitahukan hal itu kepada Wahyu. Meski kecewa, namun saya juga merasa lega.

Setelah itu, saya berdua dengan Wahyu kembali berembug, baiknya gimana. Apakah kita tetap jadi berangkat ke Bromo atau tidak. Awalnya kami mau tetap berangkat naik bis atau kereta api. Namun, setelah saya browsing dan tanya-tanya ke teman-teman di facebook apakah ada bis atau kereta api jurusan Probolinggo serta berapa harga tiketnya, ternyata bis Magelang-Probolinggo nggak ada. Adanya cuma dari Magelang sampai ke Surabaya saja. Kalau kereta api yang langsung sampai Probolinggo sih ada, tapi itu artinya kami harus berangkat ke stasiun di Jogja terlebih dahulu. Lagian hari juga sudah semakin siang, kalau berangkat naik kereta mau sampai sana jam berapa? Sudah gitu harga tiketnya mahal lagi.

Kami pun hanya bisa diam dan pasrah mengubur dalam-dalam rencana kami. Gagal deh ke Bromo.

Hening.

Akhirnya Wahyu pun menyampaikan usulannya, "Piye nek adewe ning Dieng wae?" Ya sudah, walaupun mendadak tapi mau bagaimana lagi, daripada nggak ada kegiatan sama sekali. Tanpa berpikir terlalu lama lagi, saya langsung menyetujui ajakan Wahyu.
Dengan persiapan seadanya kami bertiga pun berangkat ke Dieng dengan mengendarai sepeda motor sendiri-sendiri. Wahyu sama kakak saya boncengan sementara saya bawa motor sendirian. Siang itu sekira pukul 11.00 kami pun berangkat.

Ada dua jalan yang bisa dilalui, pertama via Salaman, dan kedua via Temanggung. Kami memutuskan untuk lewat Temanggung. Di tengah perjalanan di daerah Temanggung, kami menemui sedikit halangan. Waktu itu ada polisi yang entah sedang berjaga atau menggelar razia di jalan membuat Wahyu yang berjalan di depan saya sontak berputar arah. Dia langsung tancap gas begitu saja lalu masuk ke perkampungan. Tanpa banyak tanya saya pun ikut berbalik arah dan tancap gas. Ternyata mereka ketakutan gara-gara motornya Wahyu nggak ada sepionnya serta nggak bawa STNK. Wah, gendeng emang nih anak!

Setelah dirasa aman, kami lalu melanjutkan perjalanan lagi. Kali ini kami mengambil jalan yang berbeda dari sebelumnya guna menghindar dari polisi.

Sampai juga kami di Wonosobo. Kami memutuskan untuk beristirahat melepas lelah sejenak di alun-alun Kota Wonosobo sambil tengok kiri-kanan, siapa tahu ada cewek yang bisa digebet hehehe.

Setelah dirasa cukup istirahatnya, kami lanjutkan perjalanan lagi. Nah, di sinilah seninya jalan-jalan itu. Kami tersesat! Maklumlah dari kami bertiga belum ada yang pernah ke Dieng. Ternyata hanya mengandalkan Google Maps dan GPS aja nggak cukup. Memang, pepatah yang mengatakan kalau "Malu bertanya sesat dijalan" itu benar ya?

Setelah mencoba mencari jalan sendiri, akhirnya kami memilih untuk bertanya kepada ibu-ibu yang kebetulan sedang lewat, "Bu, bade tanglet. Nek ajeng ting Dieng medal pundi, nggih?"

Ibu-ibu itu pun menunjukkan arah jalan menuju ke Dieng. Kata ibu-ibu tadi kami sudah kesasar terlalu jauh.

Nah, pelajaran berharga banget. Jadi, jangan pernah takut atau malu untuk bertanya. Kebanyakan dari kita bukan takut atau malu bertanya sih sebenernya. Tapi, gengsi atau sombong. Iya, kan? Nggak usah jauh-jauh deh, temen saya sendiri juga ada yang kayak gitu. Dia sering bilang, "Ah, gak usah bertanya, yang penting bisa baca plang pasti gak akan tersesat!"
Eit, iya kalau ada plang, kalo nggak?

Satu lagi, kalau kita tersesat baiknya jangan menyalahkan satu sama lain. Lebih baik mencari jalan keluar. Itu semua juga bagian dari pengalaman.

Setelah itu, kami pun mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh ibu-ibu tadi. Kami kembali lagi ke kota dan lurus ke arah utara. Akhirnya kami kembali ke jalan yang benar. Sampai juga kami di Dieng. Sebelum masuk kami harus membayar tiket masuk ke lokasi wisata Lembah Dieng. Harga tiketnya 2.000 rupiah untuk satu orang.

Oke, mungkin segitu dulu. Tentang petualangan saya di Dieng "negeri di atas awan" mungkin akan saya ceritakan di postingan selanjutnya.

BERSAMBUNG...
Gagal Ke Bromo, Dieng Pun Jadi Gagal Ke Bromo, Dieng Pun Jadi Reviewed by Achmad Muttohar on 5/17/2015 09:52:00 PM Rating: 5

2 komentar:

  1. Jadi pengen ke sana hehe iya kesana mahameru :-D *lah kok gak nyambung*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, aku juga pengin. Kalo kesana barengan aja yuk, bro. :3

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.